Tambang Ilegal di Kawasan IKN Terbongkar: Beroperasi Sejak 2016, Kerugian Negara Capai Rp4,2 Triliun

metroikn, SURABAYA – Praktik penambangan batu bara ilegal yang menyusup hingga kawasan strategis Ibu Kota Nusantara (IKN) akhirnya terbongkar. Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap aktivitas tambang tanpa izin yang berlangsung di area konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Pengungkapan ini bermula dari rangkaian pengawasan yang dilakukan tim penyidik Bareskrim Polri sejak 23 hingga 27 Juni 2025. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa batu bara hasil tambang liar tersebut dikemas dalam karung, dimuat ke dalam kontainer, lalu dikirim melalui Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.

Untuk menyamarkan jejak asal barang, para pelaku bahkan menggunakan dokumen palsu. Sejumlah surat penting seperti keterangan asal-usul barang, verifikasi kualitas, hingga izin usaha pertambangan (IUP) dipalsukan agar batu bara seolah berasal dari pemegang izin resmi.

“Illegal mining ini berlangsung di kawasan IKN yang merupakan simbol pemerintahan negara. Kami tidak akan mentolerir dan akan menindak tegas,” tegas Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin, Dirtipidter Bareskrim Polri dalam keterangannya, Kamis (17/7).

Dari hasil penyidikan, terungkap batu bara yang ditambang secara ilegal dikumpulkan lebih dulu di gudang atau stockroom sebelum dikemas dan dikirim. Kontainer-kontainer bermuatan itu kemudian berlayar ke Surabaya disertai dokumen palsu untuk menghindari deteksi aparat dan otoritas pelabuhan.

Barang bukti yang berhasil diamankan cukup besar. Sebanyak 351 kontainer batu bara telah disita, terdiri dari 248 kontainer yang ditemukan di Surabaya dan 103 lainnya masih dalam proses penyitaan di Balikpapan. Selain itu, penyidik juga mengamankan sembilan alat berat, 11 truk trailer, serta berbagai dokumen pendukung yang dipalsukan, seperti shipping instruction, surat pernyataan kualitas, hingga izin tambang.

Dalam penyidikan lebih lanjut, sebanyak 18 orang telah dimintai keterangan, mulai dari para pelaku tambang, pihak pelayaran, hingga ahli dari Kementerian ESDM. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu YH sebagai penjual, CA yang membantu proses transaksi, serta MH sebagai pembeli dan penjual ulang batu bara ilegal.

Ketiganya dijerat Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Mereka terancam hukuman lima tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar.

Dampak dari praktik tambang ilegal ini tak hanya merusak lingkungan kawasan konservasi, tetapi juga merugikan negara dalam skala besar. Hasil perhitungan bersama para ahli menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 226 miliar dari sisi kerusakan lingkungan dan pelepasan karbon, serta sekitar Rp 4,2 triliun dari nilai batu bara ilegal yang telah ditambang sejak tahun 2016 hingga 2025.