metroikn, SAMARINDA – Ketergantungan Kalimantan Timur (Kaltim) terhadap sektor batu bara kini menghadapi tantangan serius. Perubahan iklim global, tekanan terhadap energi fosil, dan dinamika pasar ekspor mendorong pemerintah daerah memikirkan ulang arah pembangunan ekonomi jangka panjang.
Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 80 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim masih ditopang sektor ekstraktif, terutama batu bara. Namun gejolak harga di pasar internasional, serta menurunnya permintaan dari negara mitra utama seperti Tiongkok dan India, telah membuka ruang perdebatan soal keberlanjutan model ekonomi berbasis tambang.
Asisten III Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Arief Murdiyatno, menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah menyusun strategi diversifikasi pasar ekspor sekaligus mengembangkan hilirisasi batu bara agar tidak terus menerus bergantung pada ekspor mentah.
“Kita harus mencari negara-negara lain yang memang membutuhkan batu bara kita juga. Jadi tidak harus berpaku ke dua negara utama saja,” kata Arief, Jumat (25/7/25).
Pemerintah menargetkan perluasan pasar ke negara-negara seperti Vietnam, Pakistan, hingga kawasan Timur Tengah. Namun demikian, langkah jangka panjang tidak berhenti pada batu bara semata.
Arief menegaskan bahwa Kalimantan Timur tengah bersiap melakukan transformasi menuju ekonomi yang lebih hijau dan biru.
Langkah ini dinilai sebagai jawaban terhadap ancaman krisis iklim sekaligus peluang untuk menciptakan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dua sektor yang menjadi fokus utama transformasi adalah maritim dan pertanian dalam arti luas.
Arief menjelaskan bahwa sejumlah komoditas unggulan Kaltim mulai menunjukkan performa ekspor yang menjanjikan, di antaranya pisang gercek dari Kutai Timur, kakao, dan sabut kelapa.
“Ini menjadi sinyal bahwa kita punya potensi besar di luar tambang. Tinggal bagaimana kita serius menggarapnya dan menyinergikan antar-lembaga,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Menurutnya, aktivitas pertambangan yang masih berlangsung harus dilakukan dengan prinsip keadilan ekologis.
“Jangan sampai dengan sumber daya alam yang kita ambil setiap hari, tapi lingkungan kita rusak dan generasi mendatang kehilangan haknya,” tegasnya.
Langkah pemerintah Kaltim mempercepat pengembangan ekonomi hijau dan biru dipandang sebagai upaya krusial dalam membangun ketahanan ekonomi baru di era pasca-batu bara.
“Jika berhasil, model ini dapat menjadi contoh transisi energi dan ekonomi bagi wilayah lain di Indonesia yang mengalami ketergantungan serupa terhadap sektor ekstraktif,” tandasnya.