metroikn, SAMARINDA – Pergantian Menteri Keuangan (Menkeu) ke tangan Purbaya Yudhi Sadewa menumbuhkan harapan baru bagi daerah penghasil sumber daya alam, termasuk Kalimantan Timur (Kaltim).
Sejumlah isu strategis seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), dan ruang fiskal menjadi sorotan karena dinilai sangat menentukan arah pembangunan daerah ke depan.
Kekhawatiran utama muncul dari potensi pengurangan DBH hingga 50 persen, yang diprediksi dapat menggerus kemampuan fiskal daerah mulai tahun 2026. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini dikhawatirkan akan mengganggu keberlanjutan program pembangunan dan pelayanan publik.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPRD Kaltim dari daerah pemilihan (dapil) Balikpapan, Sigit Wibowo, menegaskan perlunya terobosan kebijakan fiskal dari Menkeu baru agar lebih berpihak kepada daerah penghasil.
“Meski PAD kita cukup, kalau DBH dipangkas sampai separuh tentu berat. Apa yang sudah kita rencanakan tahun ini bisa terganggu di 2026. Sementara program pusat juga tetap harus kita dukung. Ini yang membuat situasi jadi dilematis,” tegas Sigit, Kamis (18/9/25).
Menurutnya, Kaltim yang selama ini menjadi penyumbang besar penerimaan negara seharusnya mendapat perhatian lebih dalam penyusunan APBN. Tanpa kebijakan fiskal yang adil, ketimpangan antara pusat dan daerah akan semakin tajam.
“Kami berharap ada langkah konkret dari Menkeu baru untuk memperbaiki skema fiskal. Daerah penghasil tidak boleh terus merasa tersisih,” ujarnya.
Selain DBH, Sigit juga menyinggung soal SiLPA yang sempat tinggi karena rendahnya serapan anggaran. Kondisi ini berisiko menimbulkan masalah baru jika ruang fiskal tidak dimanfaatkan secara maksimal.
“Dulu kita stagnan karena SiLPA tinggi. Ke depan jangan sampai justru defisit karena ruang fiskal tidak digunakan optimal,” katanya.
Ia menambahkan, stabilitas ekonomi daerah sangat bergantung pada kepastian transfer dana dari pusat dan efektivitas pengelolaan anggaran daerah.
Karena itu, sinergi seluruh pihak dibutuhkan agar pembangunan tidak terhambat.
“Perekonomian daerah tidak boleh stagnan. Uang harus beredar, program harus berjalan. Kita butuh kepastian fiskal dari pemerintah pusat,” pungkasnya.