metroikn, DENPASAR – Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mulai menatap serius pengembangan ekowisata mangrove sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan. Komitmen ini mengemuka saat Bupati PPU, Mudyat Noor, melakukan audiensi ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS-HL) Unda Anyar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (7/8), di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar.
Kunjungan ini menjadi kelanjutan dari upaya kerja sama lintas sektor antara Pemkab PPU dan KLHK, khususnya dalam agenda pelestarian kawasan hutan lindung serta pengembangan potensi pariwisata berbasis konservasi. Selain berdialog, rombongan juga meninjau langsung pengelolaan Tahura Ngurah Rai—yang dikenal sebagai kawasan mangrove terbesar dan paling tertata di Indonesia Timur.
“PPU memiliki potensi hutan mangrove yang sangat besar, namun selama ini belum terkelola secara optimal. Kami ingin menjadikan kawasan ini sebagai model pembangunan hijau, yang tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ungkap Bupati Mudyat Noor.
Menurutnya, pengalaman Bali dalam mengelola kawasan konservasi yang edukatif sekaligus produktif dapat menjadi referensi penting bagi PPU—terutama di tengah statusnya sebagai daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam pertemuan tersebut, Bupati didampingi sejumlah pejabat, termasuk Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdakab PPU, Nicko Herlambang, dan Kepala Bagian Pemerintahan, Muhtar. Mereka disambut oleh Kepala UPT BPDAS Unda Anyar, Tri Adi Wibisono, serta Kepala UPTD Tahura Ngurah Rai, Sri Agustin.
Tri Adi menyambut baik pendekatan proaktif Pemkab PPU. Ia menilai, kolaborasi lintas sektor sangat penting untuk memastikan program rehabilitasi hutan berjalan sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan potensi lokal.
“Ekowisata berbasis mangrove adalah salah satu bentuk ekonomi hijau yang inklusif. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga tentang menciptakan nilai tambah bagi masyarakat,” tegasnya.
Pengembangan kawasan konservasi mangrove dinilai sejalan dengan tren global pembangunan berwawasan lingkungan, sekaligus membuka peluang baru dalam pemberdayaan masyarakat pesisir. Dengan kombinasi fungsi konservasi, edukasi, dan ekonomi, kawasan seperti ini mampu menjadi motor baru penggerak pembangunan daerah.
Melalui audiensi ini, Pemkab PPU menegaskan posisinya untuk tidak sekadar menjadi penonton dalam pembangunan IKN, tetapi turut membangun kekuatan daerah berbasis potensi yang berkelanjutan. Kolaborasi dengan KLHK dan lembaga lainnya menjadi instrumen penting untuk mewujudkan visi tersebut.
Pemerintah daerah berharap, sinergi ini mampu mendorong implementasi program-program pelestarian lingkungan yang adaptif, kontekstual, dan berdampak langsung bagi masyarakat PPU.