metroikn, Tanah Grogot – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser tahun ini mengalokasikan Rp17 miliar demi penanganan stunting. Anggaran tersebut bersumber dari APBD murni 2023.
Tren kasus stunting di Kabupaten Paser dalam beberapa tahun terakhir memang memprihatinkan. Daerah ini bahkan masuk dalam daftar lima besar kasus stunting tertinggi di Kalimantan Timur (Kaltim).
Jika diurai, presentase angka stunting di Kabupaten Paser pada 2021 mencapai 23,6 persen. Pada tahun 2022, angka tadi meningkat 1,3 persen menjadi 24,9 persen.
Melihat catatan tersebut, Pemkab Paser perlu serius dalam melakukan penanganan gangguan pertumbuhan anak yang diakibatkan kekurangan nutrisi pada masa pertumbuhan.
Kepala Bappedalitbang Paser M Isnaini Yanuardi menerangkan, jumlah anggaran tersebut dialokasikan kepada semua perangkat daerah. Namun, belum termasuk dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan yang beroperasi di daerah tersebut.
“Mungkin ada yang bisa dikonsolidasikan untuk APBD 2024 mendatang,” kata Isnaini, usai menghadiri rapat seluruh stakeholder penanganan stunting belum lama ini.
Lebih lanjut dijelaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Paser Katsul Wijaya, program pemerintah daerah saat ini fokus pada langkah-langkah membentuk tim pendamping keluarga (TPK) di kecamatan sebanyak 564 orang. Ada juga kader di Posyandu sebanyak 1.800 lebih kader dari 372 Posyandu di Paser.
“Untuk lokasi khusus atau lokus penanganan ada 20 desa dari 8 kecamatan,” terang Katsul.
Sementara, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Paser Amir Faisol mengungkap, satu di antara faktor pendorong angka stunting di Paser yakni minimnya pengetahuan para orang tua mengenai pentingnya pemberian gizi yang layak pada anak.
Kondisi tersebut kemudian menjadi pola asuh anak yang biasa terjadi di masyarakat Paser, bahkan hingga level remaja. Tentunya, hal ini akan berpengaruh besar pada pertumbuhan tiap anak di daerah tersebut.
“Ini akan berpengaruh sampai mereka memasuki pra nikah dan punya anak nantinya,” lugas Amir.
Ia juga membeber, rendahnya angka kunjungan orangtua ke Posyandu untuk memeriksakan pertumbuhan bayi atau balitanya. Rata-rata masih di bawah 50 persen.
“Kunjungan orangtua balita ke posyandu masih relatif rendah,” ungkapnya.
(sah/yap/)