metroikn, SAMARINDA – Sudah lebih dari satu tahun sejak kontrak lahan berakhir, namun lahan bekas tambang milik warga di Kelurahan Argosari, Kecamatan Samboja Barat, Kutai Kartanegara, belum juga direklamasi oleh PT Singlurus Pratama. Padahal, dalam perjanjian awal, reklamasi seharusnya dilakukan maksimal 24 bulan sejak aktivitas pertambangan dimulai.
Alih-alih dipulihkan, lahan yang kini membentuk kolam besar justru menimbulkan kekhawatiran. Erosi perlahan menggerus tanah warga, dan setidaknya sepuluh rumah dikabarkan dalam kondisi terancam longsor.
Keresahan itu akhirnya mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Kalimantan Timur pada Selasa (5/8/2025), bersama perwakilan PT Singlurus Pratama dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim.
Perwakilan warga, Arif Effendy, membeberkan bahwa kontrak penggunaan lahan diteken pada 2 Desember 2021. Sesuai kesepakatan, lahan seluas lebih dari satu hektare itu harus dikembalikan dalam kondisi sudah direklamasi setelah kontrak berakhir pada akhir 2023. Namun hingga kini, pelaksanaan reklamasi belum dimulai.
“Dijanjikan Januari 2024 akan dimulai, nyatanya sampai sekarang belum ada progres. Lahan itu masih jadi kolam besar, dan tiap hari makin mengikis tanah kami,” kata Arif dalam forum RDP.
Menurutnya, ancaman bukan hanya datang dari kerusakan lingkungan. Aktivitas tambang yang terlalu dekat dengan permukiman bahkan hanya berjarak 15 meter di beberapa titik dinilai sangat membahayakan keselamatan warga.
“Padahal, aturan menyebut jarak minimal tambang dengan pemukiman adalah 500 meter. Ini hanya belasan meter. Dan mereka kerja 24 jam, padahal disepakati maksimal sampai pukul 22.00,” ujarnya.
Selain menuntut reklamasi segera dilakukan, warga juga menagih kompensasi atas kerusakan bangunan. Sebagian telah mendapat ganti rugi, namun masih ada warga yang belum menerima tanggung jawab dari pihak perusahaan.
Menanggapi hal itu, Harpoyo selaku perwakilan PT Singlurus Pratama menyatakan bahwa perusahaan tetap bekerja sesuai prosedur dan menilai keluhan warga sebagai hal yang wajar dalam konteks operasional tambang.
“Soal reklamasi, ada tahapan dan prosedurnya. Jika memang belum waktunya, kami tidak bisa langsung melakukan reklamasi. Apalagi tambang masih berjalan,” ucap Harpoyo.
Ia juga menyarankan agar persoalan diselesaikan secara kekeluargaan, atau melalui jalur hukum jika tidak menemukan titik temu.
Sementara itu, Subkoordinator Produksi, Penjualan, dan PPM Minerba Dinas ESDM Kaltim, Welly Adi Pratama, menegaskan bahwa pihaknya tetap memfasilitasi pengaduan warga meski secara kewenangan pertambangan PKP2B berada di bawah pemerintah pusat.
“Prinsipnya, kami mendukung langkah penyelesaian, termasuk reklamasi dan tali asih. Kami siap turun lapangan bersama Komisi III DPRD Kaltim untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat,” kata Welly.
Dinas ESDM Kaltim menyebut peninjauan akan dilakukan sesuai arahan Ketua DPRD Kaltim. Pemerintah daerah berharap penyelesaian bisa segera ditemukan demi melindungi hak dan keselamatan warga.
Kini, masyarakat Argosari menanti lebih dari sekadar janji. Mereka menginginkan bukti, langkah konkret dan penanganan serius dari perusahaan terhadap kerusakan lingkungan yang semakin mengancam ruang hidup mereka.