metroikn, SAMARINDA — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemrov Kaltim) menegaskan langkah progresif dalam mengendalikan budaya merokok di ruang publik, dengan fokus utama melindungi remaja dari paparan dini terhadap tembakau.
Pemprov Kaltim mendorong pembentukan ekosistem yang lebih sehat melalui regulasi, advokasi, dan perubahan pola pikir masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, menyebutkan bahwa meski prevalensi merokok secara nasional mulai menurun, Kaltim masih menghadapi tantangan serius dalam menekan jumlah perokok pemula, khususnya usia 10–18 tahun.
“Penurunan prevalensi memang ada, tapi eksistensi perokok usia muda tetap mengkhawatirkan. Ini menunjukkan adanya celah besar dalam perlindungan terhadap kelompok usia rentan,” kata Jaya, Kamis (24/7/25).
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi perokok anak di Kaltim masih tercatat 3,3 persen, sedangkan perokok usia di atas 10 tahun mencapai 18,3 persen.
Kota-kota besar seperti Balikpapan menjadi perhatian khusus karena tingginya paparan terhadap promosi rokok, termasuk iklan luar ruang dan sponsorship acara publik.
Fenomena ini, menurut Jaya, mendorong normalisasi kebiasaan merokok di tengah masyarakat.
“Ini bukan semata soal rokok, tapi soal konstruksi budaya yang harus diubah. Ketika anak-anak melihat rokok sebagai hal wajar, di situlah masalahnya bermula,” ujarnya.
Pemprov Kaltim telah lebih dulu menyiapkan instrumen regulatif melalui Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang mengatur pelarangan merokok di sekolah, fasilitas kesehatan, tempat ibadah, tempat bermain anak, transportasi umum, tempat kerja, dan ruang publik lainnya.
Selain itu, langkah preventif juga dikuatkan lewat Instruksi Gubernur Nomor 440/2023 yang mendorong implementasi program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), dengan fokus utama pengendalian konsumsi tembakau dan promosi gaya hidup sehat lintas usia.
Namun Jaya menekankan, kebijakan tanpa dukungan partisipatif tak akan cukup efektif.
“Kita tidak bisa hanya bergantung pada regulasi. Ini soal transformasi sosial, yang menuntut peran aktif keluarga, sekolah, komunitas, dan semua elemen lintas sektor,” ujarnya.
Ia berharap, upaya Kaltim dapat menjadi contoh implementasi nyata dalam mendorong lingkungan sehat berbasis perlindungan terhadap generasi muda.
“Ke depan, kami ingin Kaltim dikenal bukan sebagai wilayah dengan toleransi terhadap rokok, tapi sebagai pelopor daerah ramah anak dan remaja dari paparan zat adiktif,” pungkasnya.