metroikn, SAMARINDA – Marak beredar sejumlah spanduk terkait ajakan memilih kotak kosong di sejumlah tempat di Samarinda. Di mana di dalamnya memuat dua gambar surat suara. Nomor 1 berisi kolom kosong dan Nomor 2 gambar pasangan calon tanpa memuat wajah calon dan nama. Disertai gambar mencoblos kolom suara Nomor 1. Adapun selebihnya, ada sejumlah narasi. Mengajak masyarakat memilih kolom kosong tersebut.
“Kalau terkait narasi di dalam spanduk, bisa disebut tendensius,” ucap Komisioner Bawaslu Samarinda, Imam Sutanto, Kamis (24/10/2024).
Selain muatan narasi tendensius, spanduk berukuran 1×3 meter tersebut oleh Imam diduga melanggar ketentuan administrasi hingga dugaan ancaman pidana. Karena dalam narasi spanduk, termuat tulisan ‘Kami Pilih Kota Kosong…Karena Kotak Kosong, Jujur, Adil, Tidak Sombong dan Tidak Arogan, Tidak Korupsi, Tidak Omong Kosong, Bukan Penjahat Demokrasi’. Selain menilai muatan tendensius, Imam juga memastikan kalau langkah pemasangan baliho itu tidak memiliki legal standing dari kacamata hukum dan aturan.
“Meski kita bisa anggap itu hak politik warga negara tapi tentu itu tidak ada legal standingnya,” tegas Imam.
Meski spanduk bernarasi tendensius dan tak memiliki legal standing, namun Bawaslu Samarinda mengaku tak bisa membendung tindakan pemasangan baliho. Sebab hal itu juga dinilai sebagai aspirasi masyarakat.
“Siapa yang bisa larangan karena kita enggak tahu pasti mereka (yang pasang) siapa, ide siapa, kan begitu. Tapi kalau dipasang di halaman orang, tentu itu harus ada izin dan lainnya. Tapi dalam hal ini, kalau kita berkoordinasi dengan Satpol-PP kita minta itu tertibkan. Itu jelas enggak punya legal, apalagi kita enggak tahu mereka siapa,” tegas Imam lagi.
Ketua Bawaslu Samarinda Abdul Muin juga memberi penilaian yang tak jauh berbeda. Kata dia, narasi tendensius yang termuat di dalam spanduk bisa dikategorikan negative campaign. Terlebih muatan narasi spanduk diduga melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Bisa kita kategorikan negative campaign,” tegas Abdul Muin.
Negative campaign jelas Abdul Muin bisa disamakan dengan black campaign. Karena narasi yang dimuat dalam spanduk bermuatan hal tendensius, dan berpotensi merugikan pasangan calon yang sedang berkontestasi.
“Karena kalau lebih ke arah fitnah yang tidak berdasarkan fakta yang ada dan cenderung mendeskriditkan calon tertentu, bisa disebut negative campaign,” terangnya.
Meski demikian, Abdul Muin mengaku kalau untuk penerapan hukum pada pihak yang memasang spanduk juga cukup sukar dilakukan. Sebab aturannya, diperlukan kajian dan analisa mendalam, sebelum ditentukan masuk dalam ranah pelanggaran hukum atau tidak.
“Karena secara aturan, semua sudah ditentukan tempatnya (pemasangan spanduk dan prasarana pilkada). Jadi kalau ada ditemukan yang tidak sesuai bisa langsung diterbitkan oleh Satpol-PP (yang melalui koordinasi dengan Bawaslu Samarinda),” ucapnya.
Untuk diketahui, dalam Pasal 69 tentang Kampanye Dilarang; a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai Politik; c. melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan ataumenganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik; e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum.
Selain itu, spanduk bernarasi tendensius itu juga diduga kuat melanggar Pasal 187 ayat (2) ; Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit, Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).