Kasus Beras Oplosan, Polri Tangkap Tiga Tersangka termasuk Dirut Perusahaan

metroikn, JAKARTA – Kasus dugaan pelanggaran standar mutu beras premium oleh perusahaan produsen PT FS resmi masuk ke jalur hukum. Satgas Pangan Polri menetapkan tiga orang pejabat utama dari perusahaan tersebut sebagai tersangka. Ketiganya—Direktur Utama KG, Direktur Operasional RL, dan Kepala Seksi Quality Control IRP—dinyatakan bertanggung jawab atas peredaran produk beras premium yang tak sesuai label mutu di pasaran.

Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (1/8), oleh Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf selaku Kasatgas Pangan. Ia menegaskan, penyimpangan mutu pangan, terutama pada komoditas utama seperti beras, tak akan ditoleransi.

“Ini bagian dari komitmen kami untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam distribusi pangan, sekaligus menjaga stabilitas pasokan sesuai arahan Presiden,” ujar Brigjen Helfi.

Kasus ini bermula dari investigasi Kementerian Pertanian pada Juni 2025 di 10 provinsi. Dari 268 sampel beras yang diperiksa, 232 di antaranya—dari 189 merek—terbukti tidak sesuai takaran atau standar yang tertera di kemasan. Laporan hasil investigasi kemudian dikirimkan kepada Kapolri pada 26 Juni 2025.

Satgas Pangan kemudian melakukan penyelidikan di berbagai jalur distribusi, mulai dari pasar tradisional hingga gerai retail modern. Beras dari lima merek berbeda—termasuk produksi PT FS—diteliti di laboratorium Kementan. Hasilnya, beras-beras tersebut gagal memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kategori premium.

Lebih lanjut, penyidik menemukan dokumen internal yang mengindikasikan bahwa perusahaan menerapkan standar mutu buatan sendiri, tanpa mempertimbangkan potensi penurunan kualitas selama distribusi. Salah satu notulen rapat pada 17 Juli 2025 bahkan secara gamblang menyebutkan instruksi untuk menurunkan kadar beras patah sebagai respons atas pengumuman Menteri Pertanian.

Dengan dua alat bukti yang sah, penyidik menetapkan ketiga pejabat PT FS sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f UU Perlindungan Konsumen serta Pasal 3, 4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ancaman hukumannya cukup berat—hingga 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar untuk pelanggaran konsumen, serta maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar untuk dugaan TPPU.

Selama proses penyidikan, penggeledahan dilakukan di dua lokasi PT FS di Cipinang (Jakarta Timur) dan Subang (Jawa Barat). Dari sana, tim menyita berbagai dokumen, contoh beras, dan produk hasil modifikasi kualitas.

Polisi kini tengah menyusun langkah lanjutan. Selain memanggil para tersangka dan menyita mesin produksi, mereka juga akan memeriksa ahli korporasi guna menentukan tanggung jawab hukum perusahaan. Analisis aliran keuangan PT FS juga telah diminta dari PPATK.

Tak berhenti di situ, penyidikan terhadap tiga pelaku usaha lainnya—yakni PT PIM, toko SY, dan PT SR—juga akan dipercepat.

Di akhir keterangannya, Brigjen Helfi mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih beras. Ia menyarankan agar konsumen memeriksa label SNI dan berat bersih pada kemasan. Penegakan hukum ini, katanya, bukan hanya soal sanksi, tapi juga pembelajaran penting bagi pelaku industri pangan agar tidak bermain-main dengan kepercayaan publik.