Dari Sangalaki, Suara Konservasi dari PAMA Group Menggema: Ajak Media Lepas Tukik, Bersatu Jaga Kehidupan Alam Liar

metroikn, BERAU – Matahari belum sepenuhnya naik ketika debur ombak di Pulau Sangalaki disambut langkah-langkah kecil puluhan tukik yang dilepaskan menuju laut lepas. Di bibir pantai, para jurnalis, aktivis, dan perwakilan perusahaan tambang berdiri dalam diam yang penuh makna. Tak ada pidato, tak ada seremoni megah. Hanya satu pesan yang terasa kuat: keberlanjutan tak bisa ditunda.

Momen ini menjadi bagian dari Media Gathering PAMA Group 2025, yang digelar di Pratasaba Resort dan Pulau Sangalaki, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kegiatan yang berlangsung 25 Juni itu mempertemukan lebih dari 85 peserta dari berbagai latar belakang: jurnalis lokal dan nasional, perwakilan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, serta jajaran anak perusahaan dari PT Pamapersada Nusantara (PAMA).

Tahun ini, tema yang diusung adalah “Together for Wildlife: Advancing Green Sustainability with PAMA”. Sebuah seruan untuk bersatu menjaga kehidupan liar yang tersisa di tengah geliat pembangunan dan industrialisasi.

Bagi Abdul Nasir Maksum, Direktur PT Pamapersada Nusantara, kolaborasi dengan media bukan semata membangun citra. Lebih dari itu, ini tentang membangun kesadaran kolektif. “Kami percaya, keberlanjutan hanya mungkin terwujud jika kita berjalan bersama, menyuarakan isu-isu penting seperti perlindungan satwa dan pelestarian lingkungan,” katanya saat membuka kegiatan.

Pulau Sangalaki bukan dipilih tanpa alasan. Pulau kecil di Berau ini menjadi rumah bagi penyu hijau (Chelonia mydas), spesies langka yang kini terancam akibat perubahan iklim, polusi laut, dan tekanan aktivitas manusia. Pelepasan tukik di pulau ini menjadi lebih dari sekadar simbol. Ini adalah pengingat bahwa setiap upaya kecil tetap berarti dalam menjaga keseimbangan alam.

“Kami ingin konservasi menjadi budaya, bukan sekadar program tahunan,” tegas Maidi Irvan, CSR Dept Head PAMA. Di bawah program Wildlife Conservation, PAMA Group telah menggulirkan berbagai inisiatif di wilayah-wilayah operasionalnya. Apa yang dilakukan di Sangalaki, menurutnya, adalah bagian dari komitmen jangka panjang yang dibangun bersama mitra seperti BKSDA.

Tak hanya tukik dan laut yang menjadi fokus. Di ruang-ruang diskusi, para jurnalis mendalami presentasi dari unit-unit bisnis PAMA—seperti PT Kalimantan Prima Persada, PT Energia Prima Nusantara, dan PT Tuah Turangga Agung—yang berbagi praktik konservasi dan inovasi lingkungan di lapangan. Mereka bicara tentang tantangan nyata: bagaimana menyeimbangkan operasional tambang dengan prinsip keberlanjutan.

Sesi paling reflektif datang dari pelatihan khusus bersama jurnalis lingkungan senior. Di sana, para peserta diajak tidak hanya memahami teknik peliputan konservasi, tetapi juga menyelami etika jurnalistik, cara membangun narasi perubahan, dan menulis dengan dampak yang berakar pada data dan empati.

Media Gathering ini bukan semata soal berlibur ke pulau. Ia adalah ruang pembelajaran, refleksi, dan kolaborasi lintas sektor. Bahwa konservasi bukan tugas satu pihak. Bahwa keberlanjutan tidak bisa hanya menjadi jargon.

Di akhir acara, tak sedikit peserta yang menatap laut dengan tatapan berbeda. Ada yang memotret tukik, ada yang menulis catatan, ada pula yang hanya diam—membiarkan gelombang mengingatkan kita bahwa bumi bukan warisan, tapi titipan.

Dan di Sangalaki, untuk satu hari, tambang dan media, manusia dan satwa, teknologi dan alam, berjalan beriringan untuk satu tujuan: masa depan yang lebih hijau.