metroikn, SAMARINDA – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Kalimantan Timur menyatakan dukungan penuh atas diberlakukannya Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Media Komunikasi Publik. Regulasi ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menata kerja sama antara media dan pemerintah secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Ketua SMSI Kaltim, Wiwid Marhaendra Wijaya, menegaskan bahwa Pergub ini bukan merupakan upaya pembungkaman pers, melainkan menjadi rambu-rambu penting bagi terciptanya ekosistem media yang sehat.
“Ini bukan alat pembatas kebebasan pers. Justru ini penguatan bagi media yang memang serius, memiliki redaksi profesional, dan taat pada standar jurnalistik,” ujar Wiwid, Kamis (19/6/2025).
Menurutnya, regulasi ini memastikan kerja sama media dan pemerintah tak lagi dilakukan sembarangan. SMSI Kaltim bersama asosiasi media dan profesi lainnya bahkan telah memberikan masukan sejak 2021, jauh sebelum regulasi ini ditetapkan. Wiwid menyebut, sejumlah daerah seperti Provinsi Riau dan Kota Bontang telah lebih dulu menerapkan aturan serupa dalam bentuk Perwali.
Secara nasional, Pergub ini juga sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Komunikasi Publik. “Penyusunannya dilakukan secara partisipatif, melibatkan asosiasi media termasuk SMSI,” tegas Wiwid.
Ia menambahkan, sejumlah persyaratan seperti usia media minimal dua tahun, struktur redaksi yang jelas, kantor tetap, hingga kepemilikan sertifikasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah hal baru. Persyaratan tersebut merupakan standar umum dalam dunia pers profesional.
“Kalau ingin kerja sama dengan pemerintah, harus taat standar. Pemerintah butuh kepastian, dan media juga wajib bertanggung jawab,” ucapnya.
SMSI Kaltim, kata Wiwid, terus berupaya membina anggotanya untuk memenuhi kriteria tersebut. Hingga saat ini, sudah ada 16 anggota SMSI Kaltim yang terverifikasi faktual di Dewan Pers, dan beberapa lainnya sedang dalam proses.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Pergub ini tidak mengatur isi pemberitaan media. “Yang diatur adalah prosedur kerja sama bisnis antar dua lembaga yang berbadan hukum. Bukan isi redaksional,” tegasnya.
Menanggapi sejumlah penolakan terhadap Pergub ini, Wiwid menyebut sebagian besar bukan berasal dari anggota SMSI. Ia menyayangkan jika ada media yang menolak regulasi namun tak memiliki legalitas yang jelas.
“Kalau ada yang menolak, justru perlu dipertanyakan komitmen dan kelengkapan medianya,” sentilnya.
Ia juga memastikan bahwa keanggotaan SMSI bersifat sukarela. Media yang baru berdiri tetap dirangkul untuk dibina agar menjadi media profesional.
SMSI Kaltim secara tegas menolak usulan revisi terhadap Pergub 49/2024 karena dinilai sudah melalui proses musyawarah bersama yang sah. “Jika di kemudian hari ada evaluasi, tentu akan dilakukan bersama. Tapi saat ini, regulasi ini sudah final dan siap dijalankan,” kata Wiwid.
Ia pun menegaskan bahwa seluruh anggota SMSI Kaltim telah memenuhi kriteria sebagaimana tertuang dalam Pergub, baik dari sisi legalitas perusahaan, struktur redaksi, maupun keanggotaan dalam asosiasi konstituen Dewan Pers.
“Pergub ini justru menjadi momentum agar media lokal naik kelas, menjadi lebih profesional, kredibel, dan siap menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyampaikan informasi pembangunan,” tutupnya.