Ganjar Sorot Kebijakan Impor Kedelai, Perajin Tempe Mestinya Dapat Insentif

metroikn, Balikpapan – Calon Presiden (Capres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo menyoroti mekanisme industri dan perdagangan tempe yang dianggapnya sampai saat ini masih menghadapi sejumlah persoalan. Kondisi tersebut tak lepas dari kebijakan impor kedelai.

Capres usungan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan beserta koalisinya itu, tak menampik apabila produktivitas kedelai nasional memang minim. Namun demikian, mestinya volume impor kedelai tidak sebanyak yang dilakukan pemerintah saat ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah impor kedelai Indonesia per tahun 2022 mencapai 2,3 juta ton. Sedangkan, volume produksi dalam negeri pada kurun waktu yang sama hanya mencapai 300 ribu ton.

“Kedelai kita punya problem yang serius. Kalau kemudian kita harus melakukan impor, ya tidak terlalu banyak,” kata Ganjar di sela safari dengan pedagang Pasar Baru di Balikpapan, Selasa (5/12/2023).

Ganjar mengakui, sebenarnya produksi kedelai lokal masih cukup potensial. Sehingga menurutnya, hal ini perlu peran maksimal pemerintah. Insentif kepada produsen tempe dan tahu, menurutnya juga perlu mendapat perhatian khusus.

“Varietas grobogan ada, varietas yang lain ada. Dan kalau seperti itu kondisinya mestinya juga mendapat insentif,” terangnya.

Safari tersebut turut dimanfaatkan Ganjar Pranowo untuk mengamati harga dan ketersediaan jumlah bahan kebutuhan pokok penting (Bapokting). Menurut pantauannya, harga beras di pasaran kota Balikpapan masih lumayan tinggi. Hanya saja, pada kondisi yang bersamaan terdapat juga varian produk beras dalam jumlah yang diakui masih cukup tersedia.

Namun, yang mendapat perhatian oleh pihaknya yakni, harga cabe yang dianggap terlalu tinggi.

“Di beberapa tempat kami keliling kemarin ternyata memang harga bahan pokok ini perlu mendapatkan perhatian, maka kontrol saya kira penting,” sebutnya.

Ganjar kembali menekankan pentingnya agar kewenangan Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam pengendalian barang pokok nasional.

“Bulog harus mengambil alih kembali, (sektor) pangan kita sekarang menjadi sangat liberal, dan hari ini mesti kembali dikuasai oleh negara dan pemerintah untuk mengendalikan itu,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *