Dua Otak Perencana Bom Molotov di Samarinda Ditangkap, Total Enam Tersangka Diamankan

metroikn, SAMARINDA – Polresta Samarinda menangkap dua orang yang diduga sebagai otak intelektual dalam kasus perencanaan dan pembuatan bom molotov di lingkungan Kampus FKIP Universitas Mulawarman (Unmul). Penangkapan dilakukan Kamis (4/9) di lahan kebun milik keluarga salah satu tersangka di kawasan Kilometer 47, Kelurahan Bukit Merdeka, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara.

Kedua tersangka tambahan berinisial NS (37) dan AJ alias L (43). Keduanya disebut sebagai penggerak dan perencana utama. Dengan penangkapan ini, total enam tersangka sudah diamankan di Mapolresta Samarinda. Sebelumnya, empat mahasiswa FKIP Unmul lebih dulu ditangkap karena diduga terlibat dalam perakitan dan penyimpanan bahan peledak.

Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan, hasil penyidikan mengungkap rencana pembuatan bom molotov dimulai pada 29 Agustus 2025. Dalam sebuah pertemuan, tersangka NS menggagas ide merakit bom molotov yang akan digunakan dalam aksi demonstrasi di Kantor DPRD Kalimantan Timur pada 1 September 2025.

“Ide tersebut disetujui oleh beberapa rekannya yang kemudian membantu pendanaan, penyediaan bahan, serta proses perakitan,” kata Hendri dalam konferensi pers di Aula Rupatama Mapolresta Samarinda, Jumat (5/9).

Pada 31 Agustus 2025, NS bersama rekannya membeli bahan-bahan seperti pertalite, botol kaca, dan kain perca, lalu mulai merakit bom molotov. Hendri menegaskan, bom molotov itu disiapkan sebagai alat kejut dalam aksi unjuk rasa.

“Berkat langkah cepat Polresta Samarinda, didukung Jatanras Polda Kaltim dan Subdit Tipidum, rencana ini berhasil digagalkan,” ujarnya.

Dari pengungkapan ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain 27 botol bom molotov siap pakai, 12 potong kain perca, dua petasan, satu jerigen berisi bahan bakar pertalite, tiga unit ponsel, buku catatan, selebaran aksi demonstrasi, serta dokumen terkait gerakan mahasiswa.

Para tersangka dijerat Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 KUHP tentang penyalahgunaan bahan peledak, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Polisi menyatakan penyelidikan akan terus dikembangkan untuk memastikan ada tidaknya keterlibatan pihak lain. “Kami berkomitmen menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya di lingkungan kampus dan dunia pendidikan,” kata Hendri.