Cerita Perjuangan Tim Elit PLN Agar Pasokan Listrik Tetap Terjaga

Hadapi Risiko Tegangan Tinggi, Medan Berat Hingga Hewan Buas

Balikpapan – Sebagai bagian dari tim elite PT PLN Persero, tim Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) unit induk penyaluran dan pusat pengatur beban (UIP3B) Kalimantan sewaktu-waktu harus siap diterjunkan dimanapun dan kapanpun bila terjadi gangguan listrik di wilayah pulau Kalimantan.

Dikarenakan tim elite ini mempunyai tugas yang berat dan berisiko sangat tinggi, maka harus memiliki kompetensi dan keahlian khusus sebelum bisa bergabung dan terjun ke lapangan yang penuh dengan risiko.

“Dari segi kompetensi kita sudah bekali mereka dengan pendidikan. Dari sisi lingkungan, potensi apa yang bisa membuat teman-teman berbahaya,” kata GM PLN UIP3B Kalimantan, Abdul Salam Nganro.

Abdul Salam menambahkan, untuk mengurangi risiko tersebut peralatan yang digunakan pun juga harus disertifikasi setiap tahunnya, untuk mengetahui apakah masih layak digunakan atau tidak.

Dari segi personelnya sendiri, juga harus dipantau kondisi fisik dan kesehatannya, termasuk dilakukan medical check up (MCU) rutin setiap tahun. Bahkan dari berat badan pun harus dikontrol agar tetap ideal sehingga tidak kesulitan dalam melakukan tugas.

“Setiap mereka kerja ada greating yang dipantau, tadi malam ngapain, begadang apa gak, tekanan darah seperti apa,” jelasnya.

Sementara itu Asisten Manager PDKB PLN UIP3B Kalimantan, Muhamad Aziz Zidqi, menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang penuh risiko ini dilakukan berdasarkan kondisi yang ditemukan saat pengecekan di lapangan.

“Didapat dari pekerjaan clean up inspection (CUI). Jadi tiap tahun kita ada target melakukan CUI, dari situ nanti ada hasilnya, misalnya pecah kena petir, korosi ataupun ada bagian yang dicuri orang, nanti dari situ kita melakukan pemeliharaan,” kata Aziz saat melakukan penggantian isolator bersama tim PDKB di km 18 Karang Joang, Balikpapan Utara.

Aziz menambahkan, dalam melakukan penggantian isolator ataupun pekerjaan lainnya diperlukan waktu antara 1,5 jam hingga 2 jam di luar perjalanan pulang pergi menuju lokasi tower.

Tak hanya itu risiko yang paling berbahaya dan harus dihadapi saat bekerja adalah listrik masih dalam kondisi bertegangan tinggi sehingga diperlukan kondisi fisik yang sehat serta nyawa sebagai taruhannya.

“Tantangan yang pertama tegangan, karena ini bertegangan. Tapi teman-teman sudah dibekali dengan kompetensi sertifikasi,” jelasnya.

Untuk menghindari atau mengurangi risiko bahaya tersebut, petugas juga telah dibekali pakaian dan perlengkapan safety seperti helm, full body harness, sepatu, baju konduktif, wearpack, tali pengaman dan kacamata pengaman.

Tak hanya risiko tegangan saja yang harus dihadapi oleh pejuang terang ini, namun tim elite ini harus menghadapi risiko medan yang terkadang sulit dijangkau dengan kendaraan roda empat bahkan roda dua juga tidak bisa masuk.

“Jadi harus dipastikan dulu, potensi bahaya yang bisa dihilangkan dan diminimalisir. Kalau gak bisa dihilangkan dan diminimalisir kita pakai APD, jadi berlapis-lapis seperti itu,” bebernya .

Aziz menceritakan pengalamannya, yang paling sering dijumpai di lapangan adalah buaya, ular, babi. Namun hal itu tidak membuat surut semangat mereka untuk terus melaksanakan tugasnya hingga tuntas, sehingga masyarakat masih bisa menikmati listrik.

Walaupun demikian, Aziz menganggap pekerjaan yang dilakukan bersama timnya tersebut sebagai refreshing sehingga dalam bekerja merasa senang dan tidak dijadikan sebagai beban.

“Bagi saya orang lapangan, kita anggap refreshing. Kumpul ramai-ramai, bercanda sama teman ya kepanasan keringatan, cuma senang,” jelas Aziz.

Dari pengalamannya selama ini yang paling susah medannya adalah di hutan Bukit Soeharto, karena harus berjalan kaki dari tower ke tower tidak bisa dilalui kendaraan sama sekali dan harus membawa perlengkapan yang cukup banyak dan berat dengan cara manual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *