metroikn, SAMARINDA – Rencana Pemerintah Kota Samarinda membangun fasilitas insinerator atau alat pembakaran sampah di RT 17 Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang, menuai beragam reaksi dari warga setempat.
Meski tidak menolak secara terang-terangan, warga mempertanyakan kejelasan status lahan yang telah mereka huni sejak 1980-an. Saat ini, di lokasi tersebut berdiri sekitar 56 rumah dengan lebih dari 70 kepala keluarga.
Koordinator warga, Sirajudin, mengatakan masyarakat hanya ingin mendapatkan penjelasan resmi sebelum proyek berjalan.
“Kami tidak pernah menolak program pemerintah, tapi mohon dijelaskan dulu ini status tanahnya bagaimana. Kalau memang milik pemerintah, kenapa dari dulu tidak dipasang tanda kepemilikannya?” ujarnya, Senin (4/8/2025).
Ia menambahkan, warga pernah menerima surat pembongkaran pada 2012 hingga 2022, namun tidak pernah disertai bukti kepemilikan yang jelas. Hal inilah yang membuat mereka khawatir ketika pemerintah mendadak merencanakan pembangunan insinerator di lokasi permukiman.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan pemerintah tidak bisa hanya fokus pada pembangunan fasilitas tanpa mempertimbangkan keberadaan warga yang sudah lama tinggal di sana.
“Masyarakat di sini sudah menetap lebih dari 20 tahun. Kalau memang ini lahan milik daerah, perlindungan terhadap warga juga harus diperhatikan. Jangan sampai mereka tersingkir begitu saja demi program,” tegas Samri.
Ia juga menilai ada kelalaian pemerintah yang membiarkan pemukiman tumbuh tanpa kejelasan sejak awal. DPRD, lanjutnya, akan memanggil semua pihak untuk duduk bersama mencari solusi terbaik.
Sementara itu, Camat Samarinda Seberang, Aditya Koesprayogi, mengungkapkan pemerintah telah tiga kali bertemu warga sejak April lalu untuk membahas rencana ini.
Menurutnya, lokasi RT 17 dipilih setelah beberapa opsi lahan lain dinilai tidak memenuhi syarat teknis.
“Awalnya kami cari lokasi lain, tapi tidak cocok dari sisi luasan dan teknis. Setelah dianalisis bersama PUPR, lokasi ini dianggap paling memungkinkan untuk pembangunan insinerator,” jelasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, pemerintah menyiapkan uang sewa rumah sebesar Rp9 juta per bangunan bagi warga terdampak.
“Kami paham warga sudah nyaman tinggal di sini. Namun, karena ini tanah milik pemerintah, tentu harus dikelola untuk kepentingan publik. Meski begitu, kami tetap menghormati aspirasi warga dan akan menunggu hasil pembahasan di RDP,” tutup Aditya.