MetroIKN, Kutai Kartanegara – Pemerintah Desa (Pemdes) Bukit Layang, Kecamatan Kembang Janggut, Kutai Kartanegara, terus berupaya mengembangkan inovasi dalam bidang pertanian dengan menerapkan konsep sawah apung. Inovasi ini memanfaatkan lahan di atas permukaan air dan telah diinisiasi sejak tahun 2023.
Kepala Desa Bukit Layang, Silferius Sudi, menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil untuk mendongkrak pendapatan kelompok tani sekaligus meningkatkan ketahanan pangan di wilayah mereka.
“Langkah ini juga kami ambil untuk meningkatkan ketahanan pangan di wilayah ini. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) juga mendukung inovasi ini,” ujar Silferius Sudi, Rabu (27/11/2024).
Silferius menjelaskan, ide sawah apung berawal dari tantangan lahan sawah di desa tersebut yang kerap tergenang air akibat banjir musiman. Dengan memanfaatkan sumber daya air yang melimpah, metode ini berhasil mengubah lahan yang sebelumnya tidak produktif menjadi lahan produktif.
“Dengan metode sawah apung, kita tidak hanya bisa mengatasi dampak banjir, tetapi juga menghemat biaya karena tidak perlu membajak lahan. Selain itu, metode ini cocok untuk menghadapi tantangan seperti kekurangan air di musim kemarau,” jelasnya.
Sistem sawah apung ini juga diyakini mampu meningkatkan produktivitas pertanian tanpa menambah beban lahan yang terbatas, sekaligus mengadaptasi pertanian terhadap perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Meski menunjukkan hasil yang menjanjikan, pengembangan sawah apung masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait biaya media tanam yang cukup tinggi.
Namun, Pemdes Bukit Layang tetap optimis bahwa inovasi ini akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian warga dan ketahanan pangan di desa mereka.
“Kami sadar bahwa biaya media tanam ini menjadi kendala, tapi kami berkomitmen untuk terus mencari solusi agar inovasi ini bisa berjalan berkelanjutan. Kami harap sawah apung ini menjadi salah satu cara desa kami menghadapi tantangan lingkungan dan perubahan iklim,” tutup Silferius.
Selain dukungan dari Gapoktan, program ini juga melibatkan kerja sama dengan sejumlah pihak terkait, termasuk para akademisi dan instansi pemerintah, untuk memastikan keberlanjutan teknologi sawah apung.
Pemdes Bukit Layang berharap inovasi ini dapat menjadi percontohan bagi desa lain yang menghadapi masalah serupa.
Dengan keberlanjutan dan kolaborasi yang baik, diharapkan sawah apung mampu menjadi solusi pertanian masa depan, tidak hanya untuk Bukit Layang, tetapi juga bagi daerah lain yang ingin meningkatkan ketahanan pangan di tengah perubahan iklim global. (adv)