metroikn, BALIKPAPAN – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, melakukan kunjungan langsung ke UPTD PPA di Balikpapan, Kalimantan Timur, untuk menemui keluarga korban dugaan kekerasan seksual terhadap seorang balita berusia dua tahun.
Kunjungan ini menjadi bentuk nyata kehadiran pemerintah dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kami sudah lama merencanakan untuk bisa langsung hadir menemani keluarga yang sedang mengalami masalah. Putrinya mengalami kekerasan seksual, kami mencoba membantu untuk menyelesaikan melakukan yang terbaik agar keluarga ini mendapatkan keadilan sebagai warga negara Indonesia,” ujar Menteri Arifah Fauzi, Minggu (26/1/2025).
Kasus ini mencuat setelah orang tua korban, yang menyewa kamar di indekos milik terduga pelaku selama dua tahun, mendapati keluhan korban mengenai sakit di area kelamin pada Oktober 2024. Hasil visum dari dua rumah sakit, yakni Rumah Sakit Bhayangkara dan Rumah Sakit Kanujoso, menunjukkan adanya luka serius di area kelamin, rongga mulut, dan selaput dara korban. Hal ini menjadi dasar kuat untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
Dalam kunjungannya, Menteri Arifah Fauzi menegaskan bahwa kementerian fokus pada pendampingan korban dan keluarga, terutama ibu korban yang tengah mengalami tekanan psikologis berat. “Saat ini fokus kami selain pada kasusnya, juga pendampingan kepada ibu korban. Kondisinya sangat shock dan seakan-akan tidak percaya ini terjadi pada putrinya yang masih berusia dua tahun. Kami sedang melakukan yang terbaik agar ada solusi yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan ini,” jelasnya.
Terkait penetapan pelaku, Menteri Arifah menekankan pentingnya proses yang cermat dari pihak penegak hukum. Ia menjelaskan bahwa penegak hukum tidak bisa langsung menentukan siapa pelakunya. “Ada proses yang harus dilakukan agar tidak terjadi salah tangkap, salah orang dan sebagainya,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa tekanan psikologis dari pihak keluarga, khususnya ibu korban, cukup besar. “Namanya ibu, pasti tidak terima dan ingin pelaku segera ditetapkan serta dihukum seberat-beratnya. Tapi kita harus memahami bahwa pihak penegak hukum juga perlu berhati-hati agar apa yang diputuskan tidak terjadi kesalahan.”jelasnya.
Hingga saat ini, kementerian PPPA belum mengetahui siapa tersangka pelaku dalam kasus ini. Menteri Arifah menegaskan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum karena setiap pihak memiliki porsinya masing-masing. Kementerian PPPA berfokus pada pendampingan dan pencegahan, sementara penegakan hukum ada pihak yang bertanggung jawab. “Kami akan berkolaborasi agar kasus ini bisa terselesaikan dengan baik dan secepat-cepatnya,” imbuhnya.
Kementerian PPPA berkomitmen untuk terus mendampingi korban dan memastikan bahwa negara hadir dalam setiap langkah penyelesaian kasus seperti ini, negara hadir untuk membantu menyelesaikan persoalan dan memastikan keadilan bagi keluarga korban.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini menjadi perhatian publik karena melibatkan korban yang masih sangat muda. Pemerintah melalui Kementerian PPPA berharap agar penanganan kasus ini menjadi cerminan seriusnya penegakan hukum dan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. (metroikn/JM)