INSPIRATIF menjadi diksi ideal untuk menggambarkan secara sederhana perjuangan Sufyan Jufri menuju kursi DPRD kota Balikpapan.
Sekalipun rapat pleno rekapitulasi perolehan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024 tingkat Kecamatan Balikpapan Timur belum rampung. Namun jika menilik hasil perhitungan tim tabulasi perolehan suara Pileg internal PKB Kota Balikpapan, menunjukkan hasil yang di luar perkiraan.
Perolehan suara Sufyan Jufri melesat. Kemudian lagi, jika dikalkulasikan secara matematika politik, Sufyan bisa dipastikan berhasil mengunci satu dari jatah kursi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Balikpapan Timur pada Pileg 2024.
Menurut perhitungan sementara, caleg yang juga politisi muda PKB itu berada kokoh di urutan ke-5 dari kuota enam kursi yang diperebutkan
“Dari data C1 yang kami himpun, Insyaallah mantap di kursi ke-5. Ini buah kerja keras saya dan tim, serta dukungan keluarga yang solid,” ujar Sufyan.
Untuk menuai hasil tersebut memang diakui tidak mudah sekalipun telah melakukan serangkaian persiapan matang. Apabila dibandingkan dengan pesta demokrasi 2019 lalu, Pemilu 2024 diakui lebih kompetitif dan sengit.
Secara garis besar dapat dipetakan bahwa figur-figur calon dari dapil tersebut memang kompetitif. Ada sejumlah calon berlatar belakang petahana atau incumbent dengan kendaraan partai politik besar yang sudah mapan dalam beberapa panggung kontestasi pemilihan.
Sebagian lagi, merupakan calon yang secara ketokohan tergolong senior di dunia politik, bahkan beberapa di antaranya berlatar belakang pengusaha.
Namun demikian, di tengah pertarungan tersebut, hadirlah Sufyan Jufri sebagai salah satu kontestan yang sosoknya bukan berasal dari kalangan berada, bahkan bukan anak pejabat ataupun konglomerat.
Keberhasilan meraih satu kursi parlemen dari Balikpapan timur, merupakan fakta yang seakan merobohkan anggapan banyak kalngan bahwa hanya anak pejabat atau anak orang kaya yang memiliki kans untuk ‘melenggang’ ke gedung DPRD Kota Balikpapan.
“Ini membuktikan bahwa setiap orang punya kesempatan yang sama untuk menjadi angggota dewan, sekalipun itu anak petani, anak nelayan. Termasuk saya juga anak seorang penjual ambal keliling,” ucapnya yakin.
Lampau dari sekarang, Sufyan telah menggariskan tekad. Perjuangan berawal sedari ia mengenyam bangku kuliah. Kesempatan sulung dari empat bersaudara agar bisa merasakan pendidikan tinggi juga cukup berliku.
Ayah Sufyan Jufri, yakni H. Jufri kesehariannya bergantung dari penghasilan berdagang ambal keliling. Di waktu tertentu, sang ayah masih perlu bekerja sampingan sebagai petani maupun nelayan untuk menambah penghasilan keluarga. Sedangkan tiga adik Sufyan juga perlu dinafkahi dan dibiayai dengan harapan pendidikannya tuntas paling tidak sampai jenjang menengah atas.
Melihat kemampuan perekonomian keluarga, keputusan untuk menguliahkan Sufyan kala itu tentu teramat berat, tapi tetap harus ditempuh H. Jufri.
Hanya prinsip sang ayah yang kuat, menganggap penting pendidikan bagi putranya sehingga mampu mengalahkan segala rintangan berat yang dihadapi.
Sufyan menjalani jenjang kuliah dengan masuk di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul) pada tahun 2003 dan menyabet gelar Sarjana Hukum (SH) pada tahun 2010.
“Iya Saya memang tujuh tahun lamanya kuliah baru di wisuda, karena terlalu aktif di organisasi mahasiswa,” sambungnya.
Menjalani hari demi hari sebagai mahasiswa di Samarinda diakui cukup pahit. Sufyan bahkan pernah terpaksa hanya minum air galon selama dua hari akibat kehabisan sangu kiriman orangtua.
Berada jauh dari keluarga memaksa untuk bersikap mandiri. Sufyan harus melakoni pekerjaan paruh waktu walau sekadar untuk memenuhi tuntutan perut, sekaligus meringankan tanggungan orangtua.
Ia tak gengsi menawarkan diri sebagai tukang bersih-bersih di tempat kosnya.
“Waktu itu maksudnya supaya dikasih keringanan biaya sewa kos, saya tawarkan diri ke pemilik kos untuk jadi tukang nyapu-nyapu, bahkan membersihkan wc kos,” sebutnya mengisahkan.
Tak sampai di situ. Selepas kuliah, ia menyempatkan diri membantu pekerja usaha digital printing yang lokasinya dekat dengan tempat kos. Dari bantuan yang ditawarkan, harapannya mendapat upah minimal cukup untuk membeli seporsi nasi bungkus.
“Pekerja di situ kan kalau nunggu pencetakan bisa sampai larut malam. Nah, saya nawarkan buat gantian supaya dia juga bisa istirahat. Kalau lagi banyak cetakan, saya bisa dikasih upah sampai Rp75 ribu itu. Lumayan besar untuk anak kos saat itu,” kenangnya.
Lebih miris lagi, Sufyan juga mengenang masa-masa sulitnya saat kuliah. Pernah dirinya sengaja pulang ke rumah orangtua di Lamaru, Balikpapan Timur, dengan maksud hendak mengambil uang keperluan biaya hidup selama di Samarinda.
Namun ketika sampai di rumah, ia tak kuasa memberitahu keperluannya kepada sang Ibu sehingga terpaksa kembali ke Samarinda dengan kondisi ‘kantong kosong’.
“Begitulah sulitnya zaman kuliah dulu. Padahal hanya sisa ongkos tiket bis di tangan, tapi karena melihat kondisi ekonomi orangtua saat itu sangat terbatas, Ibu saya sempat tanya, Yan ada uang apa nggak, ya saya spontan jawab masih ada,” cerita Sufyan.
Masih di masa kuliah. Sufyan tercatat sebagai aktivis pergerakan Mahasiswa. Ia pernah tergabung organisasi ekstra kampus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), juga kelompok aktivis mahasiswa bernama Forum Aksi Kota Samarinda (FAKSI). Di tahun 2006/2007, Sufyan terpilih sebagai Wakil Presiden (Wapres) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Unmul.
Sederet pengalaman berorganisasi itu membuka kesadarannya tentang apa-apa yang menjadi persoalan masyarakat dan bagaimana mengatasinya. Buah pemikiran yang lahir masa itu mendasari perjuangan ideologis Sufyan di panggung politik hingga sekarang.
“Masa itu banyak terlibat dalam advokasi pedagang kecil, petani dan nelayan. Pengalaman ini membentuk karakter berjuang saya untuk melawan ketimpangan sosial yang dialami masyarakat,” jelasnya.
Kegiatan semasa menjadi aktivis kampus membuat dirinya terbiasa membela kepentingan masyarakat yang tertindas oleh kebijakan tidak memihak. Di saat hampir bersamaan, ia kemudian terhubung dengan senior aktivis lainnya, Syafruddin yang kala itu sebagai pentolan PMII Kota Samarinda dan kini menjabat Ketua PKB Kaltim.
Diskusi dan dialektika yang terjalin dengan Syafruddin semakin mematangkan tekad Sufyan untuk terus memperjuangkan hak-hak rakyat Kalimantan Timur.
Selepas kuliah, Sufyan sempat bergelut dalam dunia jurnalistik. Sekitar tahun 2013 ia merintis karir sebagai reporter televisi swasta di Balikpapan. Berlanjut beberapa tahun kemudian bekerja sebagai wartawan politik koran lokal Kalimantan Timur.
Menginjak pada tahun 2018, Sufyan memutuskan totalitas dan fokus berkiprah di dunia politik. Kegundahan akan kondisi ketimpangan sosial yang dirasa masih terjadi, memperkuat tekadnya untuk mewujudkan perubahan di tengah masyarakat.
“Ya, waktu itu memang dilematis karena merasa perjuangan saya melalui dunia jurnalistik sepertinya belum cukup. Maka Saya memilih berjuang lewat jalur politik secara serius dan berhasrat masuk ke parlemen,” papar dia.
Bak gayung bersambut, Syafruddin yang juga merupakan anggota DPRD Provinsi Kaltim, tak ragu mengamanahkan Sufyan sebagai Bendahara PKB Kota Balikpapan hingga saat ini. Kemudian membimbingnya berjuang di panggung politik.
Tugas melayani masyarakat semakin gencar ketika Sufyan dipercaya sebagai ketua RT di lingkungan Kelurahan Lamaru, tempatnya bermukim. Berlanjut lagi setelah posisi Ketua LPM Lamaru sukses didudukinya.
Sufyan seperti kembali ke masa saat menjadi aktivis dulu. Hanya saja kini tantangan-tantangan itu semakin akrab.
Bahkan Ia pernah terlibat mendampingi para pekerja setempat yang menghadapi persoalan hubungan industrial. Kemudian berjuang bersama kelompok nelayan di kelurahan Lamaru.
“Persoalan-persoalan begitu kan dulunya sudah sering saya hadapi. Intinya berjuang adalah bagian dari hobi saya, jadi sudah terbiasa,” tuturnya.
Pun dengan perjuangan demikian, masih juga tidak cukup memuluskan langkah Sufyan menuju kursi parlemen. Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2019, ia gagal memenuhi kuota kursi DPRD kota Balikpapan dapil Balikpapan Timur.
Melalui perahu PKB, saat itu Sufyan memang meraih suara personal signifikan. Bahkan perolehannya tercatat mengungguli perolehan suara personal beberapa caleg partai lain. Akan tetapi, aturan mengenai perolehan akumulasi suara partai tidak memungkinkan baginya untuk meraih kemenangan.
“Kegagalan itu pembelajaran bagi saya untuk berusaha lebih keras. Saya tetap konsisten di jalur yang sudah saya yakini bisa bermanfaat untuk masyarakat, sambil memperluas cakupan perjuangan,” lanjutnya.
Konsistensi pada pokok perjuangan secara logis bisa dianggap sebagai faktor utama keberhasilan. Namun di lain sisi, selalu ada hal yang tak mampu dinalarkan, tapi acap diyakini sebagai kunci sukses, yakni usaha seiring doa.
Kembali pada realitas. Sufyan mengaku perjuangan belum tuntas sekalipun kelak resmi dilantik sebagai wakil rakyat. Tantangan masa depan menuntut solusi. Mewujudkan hal tersebut merupakan tanggungjawabnya sebagai balas kasih atas kepercayaan yang diberikan masyarakat.
“Dulu saja saat mahasiswa kita demo-demo memperjuangkan hak rakyat itu tidak dibayar loh, tapi masih sangat keras meneriakkan aspirasi rakyat. Nah, tentu tidak ada alasan bagi saya ketika sah menjadi anggota DPRD Kota Balikpapan, justru melempem membela hak-hak rakyat. Lebih-lebih ketika nanti saya digaji dari uang rakyat sebagai anggota dewan,” serunya.
Beberapa hal yang akan menjadi tugas besar sebagai legislator baginya yakni, sebagai penyambung lidah rakyat memperjuangkan aspirasi terkait persoalan kalangan petani, nelayan serta persoalan mendasar seperti pendidikan dan kesehatan.
“Sudah cukup lama masyarakat Balikpapan Timur menunggu realisasi rencana pembangunan rumah sakit di sini. Ini salah satu kebutuhan mendasar,”
“Di lain hal, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perlu mendapat perhatian penting. Pembangunan infrastruktur memang sudah terasa, tapi harusnya sejalan juga dengan peningkatan kapasitas SDM-nya. Mengatasi ketimpangan ini perlu untuk saya perjuangkan ketika nanti sudah duduk di legislatif,” demikian Sufyan.