metroikn, SAMARINDA – Jaringan besar peredaran narkotika antarprovinsi berhasil dibongkar oleh Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Samarinda.
Dari hasil operasi yang dilakukan sepanjang Oktober 2025, polisi menyita barang bukti berupa 7,1 kilogram sabu, 994 butir ekstasi, dan 1.000 butir pil LL. Penyelidikan mendalam mengungkap fakta mengejutkan: jaringan ini dikendalikan dari balik Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Parepare, Sulawesi Selatan.
Pengungkapan bermula dari informasi masyarakat tentang aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan peredaran sabu di Samarinda. Tim Satresnarkoba kemudian melakukan pemantauan selama beberapa minggu hingga ditemukan keterkaitan dengan jaringan asal Sulawesi Selatan.
Dari hasil penelusuran, polisi mengidentifikasi dua narapidana berinisial H dan A di Lapas Parepare sebagai otak pengendali. Mereka memberikan instruksi kepada seorang kurir bernama AR untuk mengambil 10 kilogram sabu di Samarinda. Karena kondisi kesehatan, AR kemudian menunjuk dua orang kurir asal Makassar, yakni AL dan E, untuk melaksanakan perintah tersebut.
AL dan E selanjutnya berkoordinasi dengan R, rekannya di Samarinda. Pada 26 Oktober 2025, mereka mengambil sabu dari penginapan berinisial M, sebelum berpindah ke rumah N untuk membagi barang tersebut. Dari total 10 kilogram sabu, tujuh kilogram diserahkan kepada N dan tiga kilogram dikembalikan ke penginapan untuk diambil kurir lain.
Namun upaya mereka tak berjalan mulus. Setelah dilakukan pembuntutan intensif, tim Satresnarkoba berhasil menangkap AL, E, dan AR pada 27 Oktober 2025 di Jalan D.I. Panjaitan. Dari pengembangan pemeriksaan, ditemukan tambahan satu kilogram sabu di rumah N.
Setelah pemeriksaan mendalam, petugas menemukan enam bungkus besar sabu yang disembunyikan oleh tersangka M di rumah kekasihnya berinisial D di kawasan Mugirejo, Samarinda. D kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Total sabu yang berhasil diamankan mencapai 7,1 kilogram.
Selain narkotika, polisi turut menyita uang tunai sebesar Rp4,5 juta, 18 telepon genggam, dan 12 sepeda motor yang digunakan untuk menunjang aktivitas peredaran.
Empat orang ditetapkan sebagai tersangka utama, yakni AL (perempuan asal Makassar yang sedang hamil), R (perempuan asal Samarinda), AR (laki-laki asal Makassar), dan N (pemilik rumah tempat pembagian sabu). Sementara E masih dalam pengejaran, dan dua napi pengendali di Lapas Parepare sedang diperiksa secara mendalam.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, menegaskan bahwa pihaknya terus memperluas penyelidikan untuk menelusuri jaringan dan pola komunikasi antar pelaku.
“Kasus ini menunjukkan bahwa jaringan narkoba terus beradaptasi dengan cara yang semakin canggih. Kami menemukan pola pengendalian dari dalam lapas dengan komunikasi yang terputus-putus, namun terorganisir,” ujar Hendri dalam konferensi pers di Mapolresta Samarinda, Selasa (11/11/2025).
Ia menjelaskan, semua proses penyidikan dilakukan secara ilmiah atau scientific investigation, agar setiap temuan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Polisi juga berkoordinasi dengan aparat di Sulawesi Selatan untuk memburu sisa jaringan dan menelusuri aliran distribusi barang haram tersebut.
“AL dan E merupakan kurir utama yang bertugas membawa sabu ke Makassar melalui jalur laut lewat Pelabuhan Parepare. Sedangkan AR bertindak sebagai pengawas lapangan, sementara N dan M menyediakan tempat untuk pembagian barang,” jelasnya.
Kombes Pol Hendri menegaskan bahwa para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara minimal enam tahun dan maksimal dua puluh tahun.
Ia menambahkan, kasus ini menjadi peringatan keras bahwa kejahatan narkotika telah menembus batas wilayah dan bahkan dikendalikan dari balik jeruji besi.
Oleh karena itu, kepolisian akan memperkuat sinergi dengan berbagai instansi, termasuk pihak lapas, untuk mempersempit ruang gerak jaringan serupa.
“Peredaran narkoba lintas provinsi ini membuktikan bahwa para pelaku terus mencari celah hukum. Namun kami pastikan, tidak ada ruang bagi mereka di Samarinda. Semua yang terlibat akan kami kejar sampai tuntas,” terang Hendri.












