metroikn, TENGGARONG – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus memacu transformasi Tenggarong menjadi kota budaya modern—hidup, terbuka, dan berakar kuat pada ekspresi warganya. Salah satu langkah strategis yang kini berjalan adalah pengaktifan kawasan Simpang Odah Etam (SOE) sebagai ruang publik yang menyatu dengan denyut seni dan ekonomi kreatif.
Plt Kepala Dinas Pariwisata Kukar, Arianto, menyebutkan bahwa pengembangan SOE bukan sekadar penataan infrastruktur, melainkan bagian dari visi besar menjadikan kota ini sebagai simpul budaya yang aktif dan inklusif.
“Kita ingin Tenggarong memiliki denyut budaya yang bisa dirasakan langsung. Di SOE, warga bisa tampil, berkarya, dan menjadi bagian dari dinamika kota. Inilah wajah kota budaya modern yang kami bangun—bukan di balik etalase, tapi di tengah keramaian,” ujarnya, Sabtu (12/4/2025).
Berada di lokasi strategis, dekat Museum Mulawarman dan kawasan heritage lainnya, SOE kini rutin menjadi arena pertunjukan seni, musik, serta bazar UMKM setiap akhir pekan. Warga tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku—mengisi ruang dengan aktivitas yang berakar dari komunitas.
Dinas Pariwisata Kukar tengah merancang integrasi kawasan budaya ini dengan Taman Titik Nol dan Pujasera Menara Tuah Himba, membentuk poros budaya-ekonomi kreatif yang saling terhubung.
“Kita ciptakan ekosistem yang lengkap—tempat tampil, tempat jajan, dan ruang interaksi. Tujuannya bukan sekadar menarik wisatawan, tapi membangun identitas urban yang kuat untuk masyarakat,” lanjut Arianto.
Tak hanya infrastruktur fisik, pendekatan soft economy juga digencarkan. Komunitas seni, pelaku UMKM, hingga anak-anak muda dilibatkan dalam kurasi kegiatan, pelatihan promosi digital, serta produksi konten budaya yang ramah media sosial.
Menurut Arianto, keberhasilan SOE bisa menjadi model replikasi ruang publik serupa di kecamatan lain. Prinsip utamanya: kreativitas dan budaya sebagai pilar utama pembangunan, bukan pelengkap.
“Kota budaya modern tidak dibentuk dari satu gedung besar, tapi dari ruang-ruang kecil yang hidup. Kami ingin Kukar punya ruang seperti itu di banyak titik, dimulai dari Tenggarong,” tegasnya.
Melalui langkah ini, Dispar Kukar ingin menghidupkan kembali kesadaran masyarakat terhadap ruang publik—bahwa ruang bersama bukan hanya tempat lewat, tetapi tempat bertumbuh, belajar, dan mencipta.
Dengan upaya ini, Tenggarong bukan sekadar destinasi wisata, melainkan kota yang siap menyambut masa depan—berjiwa muda, dinamis, dan terus bergerak dalam semangat budaya yang menyala. (adv/metroikn)