metroikn, SAMARINDA – Seorang buronan kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur akhirnya berhasil ditangkap setelah delapan tahun dalam pelarian. Terpidana bernama Alexander Agustinus Rottie (52) diamankan oleh tim gabungan kejaksaan saat berada di sebuah rumah makan di Manado, Sulawesi Utara, pada Selasa siang, 10 Juni 2025.
Kasus yang menjerat Alexander bermula pada tahun 2016 di Samarinda, Kalimantan Timur. Saat itu, ia diduga melakukan tindakan asusila terhadap seorang anak di bawah umur. Proses hukum berjalan hingga ke Mahkamah Agung.
Pada tahun 2017, Mahkamah Agung RI melalui putusan kasasi Nomor 2121 K/PID.SUS/2017 menyatakan Alexander terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Vonis telah dijatuhkan, namun jaksa tak berhasil mengeksekusinya karena Alexander menghilang tak lama setelah putusan keluar.
Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan, menjelaskan bahwa terpidana semestinya dieksekusi sejak 2017. Namun, keberadaannya tidak diketahui saat jaksa hendak menahan.
Ia kemudian ditetapkan sebagai buronan dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Kejari Samarinda. Dalam pelariannya, Alexander diketahui berpindah-pindah tempat, mulai dari pedalaman Kabupaten Berau, Manokwari, Surabaya, hingga akhirnya bersembunyi di Minahasa Utara.
“Selama menjadi buron, yang bersangkutan mengganti identitas dan dokumen kependudukan, termasuk membuat KTP baru untuk mengaburkan jejak,” ungkap Firmansyah dalam konferensi pers Rabu malam (11/6) di Samarinda.
Penangkapan Alexander dilakukan oleh tim gabungan dari Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, dan Kejari Samarinda.
Penelusuran intensif akhirnya mengarah ke sebuah rumah makan di kawasan Teling, Kota Manado, tempat Alexander tengah memesan makanan siang. Operasi dilakukan secara cepat dan senyap tanpa perlawanan.
Setelah ditangkap, Alexander langsung dibawa ke Jakarta untuk proses administrasi sebelum diterbangkan ke Balikpapan. Ia kemudian dibawa ke Samarinda melalui jalur darat dan tiba di Kejaksaan Negeri Samarinda pada Rabu malam pukul 21.58 WITA.
Setibanya di sana, jaksa segera melakukan eksekusi dan menahan yang bersangkutan di Rumah Tahanan Kelas I Samarinda untuk menjalani hukuman sesuai putusan Mahkamah Agung.
Kejaksaan menegaskan bahwa keberhasilan penangkapan ini merupakan bukti komitmen aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak. Meski pelarian berlangsung selama bertahun-tahun, aparat tidak menghentikan upaya pencarian.
“Ini menjadi pengingat bahwa keadilan tidak bisa dihindari. Sekeras apa pun upaya untuk melarikan diri, pada akhirnya hukum akan tetap berjalan,” tegas Firmansyah.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena durasi pelarian yang panjang, modus pergantian identitas, serta keberhasilan aparat dalam menangkap buronan di luar daerah.
Kejaksaan menyebut penangkapan ini juga sebagai sinyal bahwa sistem intelijen kejaksaan terus diperkuat dan direspons secara serius dalam menghadapi kejahatan terhadap anak, yang masuk kategori kejahatan berat dan tidak bisa ditoleransi.
Sementara itu, dalam rilis resmi yang disampaikan, Jaksa Agung RI menegaskan, melalui program Tangkap Buronan (Tabur), tidak ada ruang aman bagi para pelaku kejahatan yang berusaha lari dari tanggung jawab hukum.
“Kami terus memburu DPO di seluruh Indonesia. Kami imbau mereka yang masih kabur untuk segera menyerahkan diri, karena cepat atau lambat, akan tertangkap juga,” tegas Jaksa Agung.