metroikn, SAMARINDA – Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan setelah tercatat sebagai salah satu dari 10 provinsi dengan tingkat penyerapan anggaran terendah di Indonesia pada pertengahan tahun 2025.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengakui kondisi ini dan menyebut adanya sejumlah faktor penghambat realisasi belanja daerah.
“Hingga pertengahan tahun, penyerapan anggaran kita masih rendah. Kaltim masuk di antara 10 provinsi terendah secara nasional,” kata Seno Aji, Sabtu (2/8/25).
Selain lambannya realisasi, Kaltim juga mencatat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sekitar Rp 2,5 triliun pada tahun anggaran 2024, serta 27 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang harus segera ditindaklanjuti.
“Laporan pertanggungjawaban sudah disetujui dan kita tetap konsisten untuk menyelesaikan arahan dari BPK,” ujarnya.
Seno menyebut pergerakan signifikan diharapkan mulai terjadi pada Agustus 2025. Hambatan proses keuangan di awal tahun, seperti mekanisme uang muka yang cukup besar, membuat serapan anggaran tersendat.
“Agustus ini kita targetkan bisa melampaui capaian sebelumnya, sehingga pertengahan bulan depan realisasi jauh lebih besar dari target,” kata dia.
Ia juga mengungkap adanya permasalahan pencatatan dana karbon yang dimasukkan sebagai pendapatan APBD, namun hingga kini tidak ada transfer dana dari pemerintah pusat.
“Kalau ini tidak dicoret, akan terlihat seperti SiLPA, padahal bukan,” tegasnya.
Menurut Seno, SiLPA riil Kaltim berada di kisaran Rp 2,4 triliun dan akan dibahas dalam APBD Perubahan.
Wagub turut menyoroti ketimpangan penyerapan anggaran antar daerah, seperti di Kabupaten Paser yang hampir mencapai 100 persen pada dana Bantuan Keuangan (Bankeu).
“Ini akan menjadi bahan evaluasi agar ke depan penyerapan lebih merata,” ucapnya.
Di luar isu anggaran, Pemprov Kaltim juga bersiap melakukan operasi pasar untuk menekan lonjakan harga beras yang telah menembus Rp 50 ribu per karung.
“Sudah kami bahas. Akan ada intervensi pemerintah provinsi,” kata Seno.
Menanggapi rumor rotasi besar-besaran pejabat pada Agustus, Seno menegaskan hal itu tidak benar.
“Bukan rotasi besar-besaran, hanya rotasi normal,” tutupnya.