metroikn, PENAJAM – Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) terus berupaya melakukan upaya meningkatkan kapasitas pembudidaya ikan Nila Salin atau Nilasa. Salah satunya melalui Bimbingan Teknis (Bimtek) Budidaya Nilasa yang diikuti oleh 30 pembudidaya dari tujuh Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan).
Kepala Bidang Perikanan Budidaya dan Lingkungan Diskan PPU, Musakkar menjelaskan, bahwa kegiatan ini berlangsung sukses berkat kerja sama Diskan PPU dengan Balai Pengembangan Teknologi Perikanan Budidaya (BPTPB) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), selama empat hari dari 8 hingga 11 Oktober 2024.
“Budidaya ikan Nilasa dapat mendatangkan keuntungan besar jika menggelutinya dengan serius. Alhamdulillah, para pembudidaya cukup aktif mengikuti bimtek,” kata Musakkar.
Berdasarkan pemaparan para narasumber, BPTPB berhasil mengkaji dan membuat skema analisis C/R Ratio atau Return Cost Ratio dalam pembudidayaan Nilasa dengan sistem bioflok. Dengan kata lain, analisis R/C Ratio ini menjadi perbandingan antara total penerimaan dan total biaya, sehingga dapat mengetahui kelayakan suatu usaha.
“Saya senang para pembudidaya membawa pertanyaan sendiri untuk diajukan kepada narasumber. Mereka sangat antusias,” jelasnya.
Musakkar kemudian menjelaskan bahwa narasumber BPTPB memberikan contoh budidaya Nilasa bioflok pada tujuh media kolam terpal bulat berdiameter 3 meter. Setiap kolam memiliki volume kurang lebih tujuh meter kubik.
“Tiap satu meter kubik dapat menampung 100 ekor Nilasa,” ucapnya. Dengan demikian, dengan tujuh kolam bioflok, pembudidaya bisa memelihara 4.900 ekor Nilasa.
Selanjutnya, varietas Nilasa memiliki tingkat kehidupan mencapai 90 persen dan tahan terhadap beberapa jenis penyakit. Oleh karena itu, persentase ikan saat panen mencapai 96 persen. Prognosis total berat Nilasa pada masa panen mencapai 1.176 ton dengan nilai jual per kilogram Rp27 ribu. Dengan demikian, pembudidaya dapat menghasilkan sekitar Rp31 juta sekali panen.
Musakkar menguraikan, masa produksi Nilasa dari bibit hingga panen memerlukan waktu singkat, sekitar tiga sampai empat bulan dengan metode bioflok. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa memerlukan biaya investasi yang cukup besar. Sejak awal mengembangkan Nilasa dengan metode bioflok, pembudidaya harus melakukan pengadaan kolam terpal bulat, blower, selang dan keran aerasi, kabel listrik, serta genset mini untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam kolam saat listrik PLN padam. Total biaya investasi mencapai sekitar Rp20 juta.
Setelah itu, pembudidaya hanya perlu biaya tetap, yaitu 25 persen dari investasi awal dan biaya listrik, sehingga totalnya menjadi Rp6,5 juta. Sedangkan pada sisi lain, biaya operasional yang mencakup pakan ikan, molase, probiotik, benih ikan, dan dolomit membutuhkan sekitar Rp17,5 juta. Dengan perhitungan tersebut, maka pembudidaya bisa menghasilkan laba sekitar Rp7,6 juta.
“Analisa menunjukkan bahwa penerapan bioflok lebih menguntungkan,” tutupnya. (adv)